Pra-Persalinan Non Invasif untuk usia kehamilan mulai dari 10 minggu
Aman, Akurat, dan Mudah
Apa Itu Tes Pra-Persalinan Non Invasif (NIPT)?
Tes pra-persalinan non invasif (NPT) merupakan jenis tes skrining baru yang dapat memberikan informasi lebih banyak mengenai bayi yang ada di dalam kandungan Anda.
Pada tahun 1997, para ilmuwan pertama kali melaporkan adanya DNA bayi dalam jumlah kecil (yang dikenal sebagai DNA bebas sel atau cfDNA) di dalam darah ibu semenjak usia kehamilan 4 minggu.1 Perkembangan pesat dari teknologi sekuensing next generation memungkinkan kita untuk mendeteksi risiko kelainan kromosom seperti Sindrom Down, Sindrom Patau, Sindrom Edwards, serta kondisi genetic lainnya secara non-invasif.
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) menyarankan agar semua agar semua wanita hamil, berapapun usianya, mendapatkan informasi mengenai skrining kelainan kromosom janin.2
Saja Merek NIPT Yang Tersedia?
Melalui pengambilan darah sederhana, yang dilakukan mulai usia kehamilan 10 minggu, NICE® dapat menskrining kelainan kromosom paling umum yang bisa mempengaruhi perkembangan bayi Anda di kemudian hari. Tes ini dilakukan dengan sedikit atau bahkan tidak memiliki risiko sama sekali bagi kehamilan Anda.
Mengapa Memilih Tes Pra-Persalinan Non Invasif?
Aman Dan Non Invasif
Hanya 10 mL dari darah ibu yang akan diambil untuk menskrining kelainan kromosom tanpa menyakiti bayi.
Skrining Dini
Tes Pra-Persalinan Non Invasif dapat dilakukan mulai usia kehamilan 10 minggu.
Menskrining Kelainan Kromosom
Beragam panel skrining tersedia untuk mendeteksi kondisi genetik.
Pemeriksaan Berkualitas
Sampel darah Anda akan diproses oleh laboratorium kelas dunia.
Teknologi Terlengkap
Menggunakan pendekatan Whole Genome Sequencing yang membaca jutaan susunan gen untuk memastikan cakupan yang komprehensif dengan keakuratan lebih dari 99%.
Laporan Yang Sederhana Dan Jelas
Memberikan informasi penting dalam bentuk hasil definitif, yang tidak bergantung pada skor risiko numerik yang ambigu.
Apa Fungsi Dari Tes Pra-Persalinan Non Invasif (NIPT)?
Trisomi
T21 (Sindrom Down)
Terjadi pada 1 dari 700 bayi baru lahir
Individu yang mengalami Sindrom Down (Trisomi 21) memiliki ciri khas pada bentuk wajahnya yakni berbentuk oval dan sudut mata luar melancip ke atas. Kebanyakan individu yang didiagnosis dengan Sindrom Down akan mengalami berbagai tangkat gangguan belajar serta keterlambatan bicara dan perkembangan motorik.
Sekitar 50% bayi dengan Sindrom Down terlahir dengan penyakit jantung bawaan serta memiliki risiko untuk mengalami kondisi medis lainnya. Meskipun wanita dari segala usia dapat memiliki anak dengan Sindrom Down, kemungkinannya untuk mempunyai anak dengan kondisi ini meningkat seiring dengan pertambahan usia ibu.
T18 (Sindrom Edwards)
Terjadi pada 1 dari 5,000 bayi baru lahir
Sindrom Edwards (Trisomi 18) disebabkan oleh kelebihan salinan kromosom 18, yang berkaitan dengan tingginya angka keguguran. Banyak individu dengan trisomi 18 ini meninggal sebelum ia dilahirkan atau meninggal dalam bulan pertama kehidupannya. Hanya 5-10% anak dengan trisomy 18 bisa melewati 1 tahun pertamanya, dan seringkali disertai dengan gangguan kecerdasan berat atau penyakit jantung bawaan.
T13 (Sindrom Patau)
Terjadi pada 1 dari 16,000 bayi baru lahir
Sindrom Patau (Trisomi 13) disebabkan oleh kelebihan salinan kromosom 13, yang berkaitan dengan tingginya angka keguguran. Banyak janin yang tidak bertahan hidup hingga cukup bulan dan terlahir dalam kondisi meninggal atau keguguran spontan. Bayi yang lahir dengan Trisomi 13 umumnya memiliki penyakit jantung bawaan yang berat dan kondisi medis lainnya, serta sangat jarang dapat bertahan untuk hidup lebih dari 1 tahun. Ciri-ciri dari bayi dengan Trisomi 13 meliputi pertumbuhan yang lambat selama dalam kandungan, berat badan lahir rendah, penyakit jantung bawaan, malformasi pada organ, abnormalitas otak, dan sistem saraf pusat serta kelainan kraniofasial.
T22 (Triosmi 22)
Penyakit ini ditemukan pada individu dengan kelebihan salinan atau variasi dari kromosom 22 di beberapa atau bahkan di seluruh sel tubuhnya. Trisomi 22 seringkali menjadi penyebab keguguran spontan selama trimester pertama kehamilan, kondisi ini menjadi penyebab keguguran paling banyak nomor dua setelah trisomy 16. Perkembangan hingga trimester kedua dan kelahiran hidup jarang terjadi akibat adanya malformasi organ berat yang terkait dengan kondisi ini.
Ciri-ciri dari bayi dengan Trisomi 22 umumnya meliputi keterlambatan pertumbuhan, retardasi mental, perkembangan yang tidak seimbang antara kedua sisi tubuh (hemidistrofi), serta adanya lipatan kulit abnormal pada leher.
T16 (Trisomi 16)
Trisomi 16 merupakan kelainan kromosom yang langka di mana terdapat tiga salinan kromosom 16, bukannya dua. Trisomi 16 menyebabkan seseorang tidak mampu untuk bertahan hidup dan hampir semua bayi dengan kondisi ini gugur pada trimester pertama. Oleh karena itu, Trisomi 16 ini dianggap sebagai penyebab utama terjadinya keguguran.
T9 (Trisomi 9)
Trisomi 9 adalah trisomi langka yang terjadi pada kromosom ke-9, baik sebagai trisomi penuh, mosaik, atau trisomi parsial. Trisomi 9 penuh selalu menjadi hal yang fatal, dimana kebanyakan bayi dengan trisomi 9 penuh gugur pada trimester pertama.
Mereka yang berhasil melahirkan anak dengan kondisi T9 umumnya tidak akan bertahan lebih dari beberapa bulan, dengan sebagian besar meninggal pada minggu pertama kehidupan. Trisomi 9 parsial dan mosaic trisomy 9 memiliki prognosis yang lebih tak menentu. Banyak bayi dengan kondisi mosaik trisomi 9 meninggal saat masa kanak-kanak dan bagi mereka yang mampu bertahan, biasanya mengalami gangguan perkembangan seperti malformasi struktural pada jantung (yaitu penyakit jantung bawaan).
Trisomi 9 parsial cenderung tidak mempengaruhi harapan hidup bayi, namun bayi dengan kondisi ini akan mengalami beberapa gangguan kesehatan dan gangguan perkembangan.
Aneuploidi Kromosom Seks
Trisomi X (Sindrom Triple X atau Sindrom XXX)
Terjadi pada 1 dari 1,000 wanita
Sindrom XXX disebabkan oleh kelebihan salinan dari kromosom X di setiap sel wanita.
Wanita dengan kondisi ini cenderung memiliki tinggi badan lebih daripada wanita lain pada umumnya, tetapi hal ini tidak menyebabkan ciri fisik yang tidak biasa. Kebanyakan wanita memiliki perkembangan seksual yang normal dan mampu untuk mengandung. Terdapat risiko yang berkaitan dengan gangguan belajar serta keterlambatan perkembangan berbicara, berbahasa, dan motorik. Gangguan pada ginjal atau kejang juga dapat terjadi pada 10% wanita yang mengalami Sindrom XXX ini.
Monosomi X (Sindrom Turner)
Terjadi pada 1 dari 2,500 wanita
Seringkali Sindrom Turner terjadi ketika salah satu kromosom X normal, sementara kromosom X lain hilang atau berubah. Ciri-ciri paling umum dari wanita dengan Sindrom Turner adalah perawakan yang pendek, yang akan mulai terlihat pada usia sekitar 5 tahun. Kehilangan fungsi ovarium secara dini juga sangat umum terjadi. Sampai dengan setengah dari wanita dengan Sindrom Turner ini dilahirkan dengan penyakit jantung bawaan, sebuah komplikasi yang dapat mengancam nyawa. Namun, kebanyakan wanita dengan kondisi ini memiliki tingkat intelektual yang normal.
XXY (Sindrom Klinefelter)
Terjadi pada 1 dari 500 – 1,000 pria
Seringkali Sindrom Klinefelter disebabkan oleh setidaknya satu kelebihan salinan dari kromosom X dalam setiap sel. Kondisi ini mempengaruhi perkembangan seksual, seperti penurunan kadar testosterone, yang bisa menyebabkan keterlambatan pubertas, pembesaran payudara, rambut pada tubuh dan wajah yang berkurang, serta infertilitas. Hal ini juga menyebabkan kelainan fungsi testis.
XYY (Sindrom Jacobs)
Terjadi pada 1 dari 1,000 pria
Sindrom Jacob disebabkan oleh kelebihan satu salinan dari kromosom Y di setiap sel. Meskipun pria dengan kondisi ini cenderung memiliki tubuh yang lebih tinggi daripada pria pada umumnya, namun perubahan kromosom ini tidak menyebabkan ciri fisik yang tidak biasa. Kebanyakan pria dengan kondisi ini memiliki perkembangan seksual yang normal dan dapat memiliki keturunan. Terdapat peningkatan risiko gangguan belajar serta keterlambatan perkembangan berbicara, berbahasa, dan motorik. Sebagian kecil pria dengan kondisi ini didiagnosis mengalami autism, sebuah gangguan perkembangan yang mempengaruhi komunikasi dan interaksi sosial.
Sindrom Delesi
Sindrom Delesi 5p (Sindrom Cri du Chat)
Terjadi pada 1 dari 20,000 – 50,000 bayi baru lahir.
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya sebagian dari kromosom 5. Bayi yang mengalami kondisi ini memiliki suara tangisan yang melengking layaknya jeritan seekor kucing, sehingga dinamakan Cri-du-Chat (tangisan kucing). Sindrom Delesi 5p ini menyebabkan gangguan kecerdasan, keterlambatan perkembangan, ukuran kepala yang kecil, berat badan lahir rendah, serta kelemahan tonus otot pada masa kanak-kanak. Individu yang mengalami kondisi ini juga memiliki ciri wajah yang khas, termasuk diantaranya jarak kedua mata berjauhan, letak telinga rendah, ukuran dagu yang kecil, serta wajah bulat. Beberapa anak dengan Sindrom Cri-du-Chat ini terlahir dengan penyakit jantung bawaan. Saat mereka tumbuh, anak-anak dengan sindrom ini umumnya memiliki kesulitan dalam berjalan dan berbicara. Mereka juga cenderung mempunyai masalah terkait perilaku dan gangguan kecerdasan berat.
Sindrom Delesi 1p36
Terjadi pada 1 dari 5,000 – 10,000 bayi baru lahir.
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya sedikit bagian dari kromosom 1 dan umumnya mengakibatkan gangguan kecerdasan berat. Kebanyakan individu memiliki keterbatasan atau bahkan tidak bisa berbicara, begitupun dengan masalah perilaku. Mayoritas orang dengan Sindrom Delesi 1p36 ini memiliki gangguan struktural pada otaknya sehingga menyebabkan kejang. Selain itu, kelemahan tonus otot serta kesulitan dalam menelan juga bisa terjadi. Ciri khas fisik meliputi ukuran kepala kecil, biasanya pndek dan melebar, tidak seperti proporsi pada umumnya. Selain itu, mungkin juga terjadi masalah pendengaran atau penglihatan, serta kelainan pada kerangka, jantung, sistem gastrointestinal, serta organ lainnya.
Sindrom Mikrodelesi 2q33.1
Kondisi langka ini disebabkan oleh hilangnya sedikit bagian dari kromosom 2. Hal ini memberikan pengaruh pada neuron motorik, yang merupakan sel saraf khusus di otak dan tulang belakang yang mengontrol pergerakan otot. Kelainan ini biasanya memicu keterbelakangan mental berat dan masalah perilaku.
Sindrom Delesi 16p12.2
Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya sedikit bagian dari kromosom 16. Gambaran klinis umum dari sindrom ini meliputi: keterlambatan untuk mulai berbicara, keterlambatan perkembangan atau gangguan belajar, gangguan pertumbuhan, malformasi jantung, epilepasi, dan dismorfik ringan pada bentuk wajah tanpa pola yang konsisten.
Sindrom Mikrodelesi 11q23 (Sindrom Jacobsen)
Terjadi pada 1 dari 100,000 bayi baru lahir.
Sindrom Jacobsen, yang juga dikenal sebagai delesi terminal 11q, disebabkan oleh delesi materi genetik pada lengan panjang (q) kromosom 11. Kebanyakan individu dengan sindrom ini mengalami keterlambatan perkembangan motorik dan bicara, dengan sebagian besar mengalami gangguan kognitif dan belajar serta ciri wajah yang khas seperti telinga yang kecil dengan letak rendahm mata yang berjauhan, dan ukuran kepala yang besar. Sindrom Jacobsen, yang juga dikenal sebagai delesi terminal 11q, disebabkan oleh delesi materi genetik pada lengan panjang (q) kromosom 11. Kebanyakan individu dengan sindrom ini mengalami keterlambatan perkembangan motorik dan bicara, dengan sebagian besar mengalami gangguan kognitif dan belajar serta ciri wajah yang khas seperti telinga yang kecil dengan letak rendahm mata yang berjauhan, dan ukuran kepala yang besar.
Sindrom Mikrodelesi 1q32.2 (Sindrom Van der Woude)
Terjadi pada 1 dari 35,000 – 100,000 bayi baru lahir.
Sindrom Van der Woude merupakan sebuah kondisi yang mempengaruhi perkembangan wajah. Banyak orang dengan kelainan ini dilahirkan dengan bibir sumbing atau sumbing langi-langit (terbukanya bagian langit-langit mulut), serta memiliki peningkatan risiko terhambatnya perkembangan bahasa, gangguan belajar atau gangguan kognitif ringan lainnya. Sindrom Van der Woude biasanya disebabkan oleh mutasi pada gen faktor pengaturan interferon 6 (IRF6) yang secara khusus dikode pada area kromosom.
Sindrom Mikrodelesi 15q11.2 (Sindrom Prader-Willi / Sindrom Angelman)
Sindrom Angelman terjadi pada 1 dari 12,000 bayi baru lahir, sementara Sindrom Prader-Willi terjadi pada 1 dari 20,000 – 50,000 bayi baru lahir.
Kebanyakan ibu yang mengandung bayi dengan mikrodelesi 15q11.2 tidak mengalami masalah kehamilan, melahirkan secara normal, dan baru mengetahui bahwa anak mereka mengalami mikrodelesi 15q11.2 setelah dilahirkan. Terdapat dua jenis sindrom yang berkaitan erat dengan mikrodelesi ini.
Sindrom Angelman disebabkan oleh hilangnya aktivitas (ekspresi) gen. Ciri utama sindrom ini meliputi retardasi mental berat, kurangnya kemampuan untuk berbicara, dan sikap bahagia yang berlebihan.
Sindrom Prader-Willi diakibatkan oleh hilangnya gen yang aktif di area kromosom 15. Orang-orang dapat mengalami Sindrom Prader-Willi ataupun Sindrom Angelman. Ciri yang ditunjukan dari Sindrom Prader-Willi meliputi keterlambatan perkembangan dari yang ringan hingga yang sedang, serta pubertas terlambat atau tidak terjadi sama sekali.
Kisah:
Aneuploidy: sebuah kondisi ketika seseorang memiliki satu atau beberapa kromosom dengan jumlah yang lebih atau kurang dari jumlah kromosom yang normal (46). Kondisi ini diawali selama meiosis (proses pembelahan sel yang terjadi saat pembentukan sperma dan sel telur) saat kromosom tidak terpisah dengan baik di antara dua sel. Contoh, bentuk umum dari aneuploidy adalah saat seseorang memiliki 3 salinan kromosom 21 yang kerap disebut dengan Sindrom Down.
Bagaimana Cara Mendaftar NIPT?
1. Pertanyaan
Tanyakan dengan dokter kandungan Anda mengenai pelayanan NIPT atau hubungi kami melalui email.
2. Pengambilan Darahdrawn
Selama atau setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter kandungan Anda, pengambilan darah sederhana yang bersifat non-invasif akan dilakukan dari lengan ibu.
3. Pemrosesan Sampel
Sampel darah Anda akan dianalisis menggunakan pendekatan Whole Genome Sequencing dengan teknologi sekuensing next generation. Sekitar 5-10 juta potongan DNA dari seluruh genom dibaca dan diurutkan untuk mencapai akurasi tertinggi.
4. Laporant
Dokter Anda akan menerima laporan pemeriksaan dengan hasil yang definitive berupa “skrining positif” atau “skrining negatif” dalam waktu 12 – 14 hari kerja. Jika hasil skrining negatif, maka hal ini menunjukan adanya risiko rendah untuk kondisi genetik yang diuji. Sebaliknya, wanita yang memiliki hasil tes positif untuk kelainan kromosom tertentu, akan dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan untuk ditindaklanjuti, yang mungkin meliputi tes konfirmasi diagnostik, seperti Amniosentesis atau Chorionic Villus Sampling (CVS).
Sumber:
- Jiang F, et al. BMC Medical Genomics, 2012 Dec;5:57. doi:10.1186/1755-8794-5-57
- Ob-Gyns Release Revised Recommendations on Screening and Testing for Genetic Disorders. American Congress of Obstetricians and Gynecologists.
https://www.acog.org/About-ACOG/News-Room/News-Releases/2016/Ob-Gyns-Release-Revised-Recommendations-on-Screening-and-Testing-for-Genetic-Disorders. Last accessed 22 October 2017. - Noninvasive prenatal screening for fetal aneuploidy, 2016 update: a position statement of the American College of Medical Genetics and Genomics. American College of Medical Genetics and Genomics.https://www.acmg.net/docs/NIPS_AOP.pdf. Last accessed on 16 October 2017
Perhatian
Tidak ada tes yang sempurna. Hasil tes DNA tidak memberikan risiko genetik yang pasti pada semua individu. DNA bebas sel tidak menggantikan akurasi dan presisi diagnosis prenatal dengan CVS atau amniosentesis. Pasien dengan hasil tes positif atau temuan tambahan harus dirujuk untuk konseling genetik dan ditawari diagnosis prenatal invasif untuk mengkonfirmasi hasil tes. Hasil tes negatif tidak serta merta menjamin bahwa kehamilan tersebut bebas dari kelainan. Tidak adanya temuan tambahan tidak berarti hasilnya negatif. Meskipun hasil pengujian ini sangat akurat, tetapi tidak semua kelainan kromosom dapat dideteksi karena adanya mosaic plasenta, atau penyebab lainnya. Penyedia layanan kesehatan bertanggung jawab atas penggunaan informasi ini dalam merawat pasien mereka.
NIPT adalah sebuah pemeriksaan skrining bukan merupakan tes diagnostik. Pasien sebaiknya memilih pemeriksaan ini setelah mendapatkan informasi yang cukup pada konseling pre-tes.